Menelusuri Jejak Leluhur di Gunung Bromo Tanah Para Dewa
13 June 2025 139x Bromo, Intermezzo, Objek Wisata

Di tengah bentangan lanskap vulkanik yang megah di Jawa Timur, di antara kaldera lautan pasir dan puncak-puncak gunung yang menjulang Gunung Bromo, Batok, dan Semeru hidup sebuah komunitas yang unik dan tangguh Suku Tengger. Jejak leluhur Suku Tengger tidak dapat dipisahkan dari pasang surut Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara. Mereka adalah penjaga tradisi kuno, pewaris budaya luhur yang berhasil bertahan dari gerusan zaman. Kisah mereka adalah perpaduan antara sejarah, mitologi, dan harmoni yang mendalam dengan alam.
Jejak Leluhur Asal-Usul dan Sejarah Gema Kerajaan Majapahit
Teori paling populer dan diyakini oleh masyarakat Tengger sendiri menyatakan bahwa mereka adalah keturunan langsung dari para bangsawan, pendeta, dan rakyat Majapahit yang menolak untuk memeluk Islam pada abad ke-16.
Ketika pengaruh kesultanan Islam mulai menguat di Jawa, sebagian rakyat Majapahit memilih untuk mengungsi demi mempertahankan keyakinan dan cara hidup mereka. Mereka bergerak ke timur, menuju daerah pegunungan yang terpencil dan sulit dijangkau. Pegunungan Tengger menjadi benteng alami yang sempurna, melindungi mereka dari pengaruh luar dan memungkinkan budaya mereka tetap lestari.
Nama “Tengger” sendiri diyakini berasal dari gabungan nama leluhur mitologis mereka, Roro An-teng dan Joko Se-ger. Menurut legenda, Roro Anteng adalah putri seorang raja Majapahit, sementara Joko Seger adalah putra seorang brahmana. Keduanya melarikan diri dari kekacauan di kerajaan dan membangun pemukiman baru di pegunungan ini. Mereka memerintah dengan bijaksana dan menjadi cikal bakal dari masyarakat Tengger. Isolasi geografis selama berabad-abad inilah yang membentuk karakter dan keunikan Suku Tengger seperti yang kita kenal hari ini.
Jejak Leluhur Budaya yang Hidup Harmoni antara Manusia dan Alam
Budaya Tengger adalah cerminan dari keyakinan, sistem sosial, dan cara hidup mereka yang sangat erat kaitannya dengan alam.
1. Kepercayaan dan Agama Hindu Dharma Tengger
Jejak leluhur suku Tengger menganut agama Hindu, praktik keagamaan Suku Tengger memiliki ciri khas yang berbeda dengan Hindu Bali atau India. Agama mereka adalah perpaduan antara Hindu aliran Siwa-Buddha dari era Majapahit dengan pemujaan terhadap roh leluhur dan dewa-dewa gunung.
- Hyang Widi Wasa: Mereka menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Hyang Widi Wasa.
- Trimurti: Konsep Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) juga dikenal, dengan Dewa Siwa sebagai manifestasi tertinggi. Gunung Bromo dianggap sebagai tempat suci bersemayamnya Dewa Brahma.
- Pemujaan Leluhur: Roh nenek moyang (terutama Roro Anteng dan Joko Seger) memegang peranan sangat penting. Mereka diyakini selalu mengawasi dan melindungi keturunannya.
- Dukun Pandita: Pemimpin spiritual dan adat mereka bukanlah seorang pendeta brahmana, melainkan seorang Dukun Pandita. Sosok ini dipilih secara turun-temurun dan bertugas memimpin semua upacara ritual penting.
2. Upacara Adat Utama

Ritual adalah denyut nadi kehidupan masyarakat Tengger. Melalui upacara, mereka menjaga keseimbangan kosmik dan hubungan dengan para dewa serta leluhur.
- Yadnya Kasada: Ini adalah upacara paling terkenal dan sakral bagi Suku Tengger, diadakan setiap tahun pada
hari ke-14 bulan Kasada(bulan ke-12 dalam penanggalan Tengger). Ribuan orang akan berjalan menuju kawah Gunung Bromo untuk melemparkan sesajen (hasil bumi, ternak, hingga uang) sebagai persembahan. Upacara ini berakar dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger yang lama tidak dikaruniai anak. Mereka bertapa dan memohon kepada Hyang Widi Wasa, dan permohonan mereka dikabulkan dengan syarat anak bungsu harus dikorbankan ke kawah Bromo. Anak bungsu mereka, Raden Kusuma, dengan ikhlas menunaikan janji tersebut demi kesejahteraan rakyatnya. Yadnya Kasada adalah ritual untuk mengenang pengorbanan ini. - Hari Raya Karo (Pahargyan Karo): Merupakan perayaan terbesar kedua setelah Kasada, yang bertujuan untuk merayakan penciptaan manusia pertama serta sebagai bentuk syukur dan penghormatan kepada leluhur. Selama perayaan ini, warga akan saling mengunjungi, membersihkan makam leluhur, dan menggelar tarian serta ritual khusus di rumah kepala adat.
- Unan-Unan: Sebuah upacara besar yang diadakan setiap lima tahun sekali untuk membersihkan dan menyucikan desa dari segala unsur kejahatan dan aura negatif.
3. Jejak Leluhur Suku Tengger Memiliki Sistem Sosial dan Nilai Hidup
Masyarakat Tengger dikenal memegang teguh nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.
- Gotong Royong: Semangat kebersamaan sangat kental. Warga saling membantu dalam pekerjaan, upacara, maupun saat ada yang terkena musibah.
- Kejujuran: Kejujuran adalah nilai fundamental. Di pasar-pasar tradisional Tengger, sering kali penjual hanya meletakkan barang dagangan dan wadah uang, membiarkan pembeli mengambil dan membayar sendiri berdasarkan kepercayaan.
- Keteraturan: Sistem pemerintahan adat mereka masih berjalan kuat, dipimpin oleh seorang Kepala Desa Adat dan para tetua yang dihormati.
4. Bahasa dan Mata Pencaharian Leluhur Suku Tengger
Suku Tengger menggunakan dialek bahasa Jawa kuno yang diyakini merupakan sisa-sisa bahasa Kawi dari era Majapahit. Dialek ini terdengar berbeda dari bahasa Jawa modern. Mayoritas penduduknya adalah petani. Mereka ahli mengolah lahan miring di lereng gunung menjadi ladang-ladang subur yang ditanami sayuran seperti kentang, kubis, wortel, dan bawang daun, yang menjadi pemasok utama bagi banyak daerah di Jawa Timur.
Suku Tengger di Era Modern
Di tengah arus modernisasi dan derasnya pariwisata, Suku Tengger menghadapi tantangan untuk mempertahankan identitas mereka. Namun, mereka menunjukkan resiliensi yang luar biasa. Mereka mampu beradaptasi dengan zaman memanfaatkan pariwisata sebagai sumber ekonomi baru—tanpa meninggalkan akar budaya dan keyakinan mereka.
Baca Juga : Wisata Sejarah: Jejak Peradaban di Museum La Galigo Makassar
Suku Tengger bukanlah sekadar objek wisata eksotis mereka adalah bukti hidup bahwa sebuah kebudayaan luhur dapat terus berkembang dengan menjaga keselarasan antara tradisi, alam, dan tuntutan zaman. Mengunjungi tanah Tengger bukan hanya soal menikmati keindahan Gunung Bromo, tetapi juga tentang belajar dari kearifan para penjaga tradisi Majapahit yang terakhir.
Mungkin Anda tertarik membaca artikel berikut ini.
Batu Ratapan Angin, Spot Foto Terpopuler di Dieng
Spot Foto Keindahan Telaga Warna dari Batu Ratapan Angin Dieng selalu punya cara untuk memukau para wisatawan, dan salah satu tempat terbaik untuk menikmati spot foto panorama alam Batu Ratapan Angin. Dari sini, anda bisa menyaksikan Telaga Warna yang terkenal dengan gradasi warna airnya yang memukau. Spot ini menjadi favorit bagi para pelancong yang ingin..... selengkapnya
There is Glamping in Omah Kayu, in Watu Paris, in Jogja.
Glamping di Omah Kayu, Watu Paris, Jogja: Pengalaman Tak Terlupakan di Tengah Alam Bagi Anda yang mencari pengalaman berkemah yang unik dan menyatu dengan alam, glamping di Omah Kayu, Watu Paris, Jogja adalah pilihan yang sempurna. Terletak di kawasan perbukitan yang indah, Omah Kayu menawarkan pengalaman menginap yang tak terlupakan dengan pemandangan alam ... selengkapnya
Merajut Perjalanan Ziarah dan Spiritualitas di Tanah Air
Dari Sabang sampai Merauke, tersebarlah perjalanan ziarah dan situs kebudayaan religius yang menyimpan cerita sejarah, nilai keimanan, dan kearifan lokal yang patut kita selami. Mari kita merajut perjalanan menelusuri “Jejak Iman” di tanah air kita tercinta. Menyusuri Jalan Para Wali: Napak Tilas Sejarah Islam Bagi umat Islam, perjalanan ziarah s... selengkapnya
Kontak Kami
Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.
Hotline
0341-3029785Whatsapp
082132102798Email
plankton.tours@gmail.com












Belum ada komentar